Merangkai Kata Menjadi Sebuah Hiburan Yang Bermanfaat Bagi Semua Orang
About Me
Followers
.
Komunitas
-
-
Apa yang Orang Tua Ajarkan Kepada Anaknya?3 bulan yang lalu
-
-
-
-
-
Kolam di tepian3 tahun yang lalu
-
-
-
-
-
16 April 20156 tahun yang lalu
-
-
-
-
Bersabarlah!8 tahun yang lalu
-
-
-
-
Hantu Malam Lebaran9 tahun yang lalu
-
-
Mengenangnya9 tahun yang lalu
-
Kutipan Favorit 3: Jadilah Seperti Besi9 tahun yang lalu
-
Manufer Ilmu dalam mencari sensasi baru pada penelitian10 tahun yang lalu
-
Smartphone Decorating10 tahun yang lalu
-
Wedewwww.... Rossa Akustikan di Blog Ngawur Ini10 tahun yang lalu
-
-
-
-
menyamarkan kentut……….11 tahun yang lalu
-
CHOOSE HIM11 tahun yang lalu
-
-
MUSIBAH DIBALIK MUSIBAH12 tahun yang lalu
-
-
-
-
-
Kabur 8 Jam - Bagian 113 tahun yang lalu
-
PLAGIAT13 tahun yang lalu
-
-
-
Ku Pinang Engkau dengan Hamdalah13 tahun yang lalu
-
-
-
sedikit pengalaman dari cinta yg gagal13 tahun yang lalu
-
Educational Psychology13 tahun yang lalu
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kamis, 19 Agustus 2010
|
By:
Rahman Raden
Penghuni Pasar Hawa *
CERPEN: Malam itu dari sebuah radio butut sayup-sayup lagu dangdut menyelusup ketelinga, menjadi ciri khas kawasan pasar malam tersebut, makin malam, pasar tesebut makin ramai dikunjungi oleh pembeli. Kalau dilihat sebenarnya tidak layak disebut pasar karena disana hanya terdapat orang berjualan makan dan minuman ringan, bisa juga disebut warung kopi. Puluhan kios atau warung berdiri disitu, orang-orang menyebutnya sebagai Pasar Hawa atau lebih pasar remang, remang dari kehidupan nyata.
Pasar hawa tersebut hanya beroperasi pada malam hari, disebut pasar hawa karena disana menjadi tempat para wanita tuna susila mangkal dipasar tersebut. Tidak jauh dari pasar hawa tersebut berdiri sejumlah losmen kecil. Termpat penginapan itu selalu ramai pada jam delapan malam keatas oleh para lelaki hidung belang yang kebelet kencing.
Diantara puluhan wanita penjaja cinta dipasar tersebut, terdapat seorang wanita dari wilayah terpencil di Kalimantan, wanita itu bernama Sulastri. Selama menjadi wanita tuna susila Sulastri merubah namanya menjadi Ima. Seperti wanita penjaja lainnya dia terjun kekubangan dosa itu karena himpitan ekonomi, sebuah alasan klasik Ima mengatakan pada keluarganya bekerja sebagai karyawan swasta di Jawa.
“Aku tahu pekerjaan ini dosa, tetapi aku yakin tuhan masih sayang padaku”
“Mengapa kamu berkeyakinan seperti itu?”
“Kamu tahu kasih sayang ibu pada anaknya, suami pada istrinya, nenek terhadap cucunya? Itu hanya setetes yang diberikan tuhan pada mereka dan tuhan memiliki banyak lautan kasih sayang. Tuhan tidak pernah tidur untuk saya”
“Ima, manusia sudah….” pembicaraan Haris langsung dipotong oleh Ima.
“Sudahlah, kamu kesini hanya ingin bermalam denganku bukan untuk berdebat”
“Iya, kamu benar”
“Ya sudah, jangan lama-lama” lanjut Ima sambil melepaskan satu per satu pakaiannya dan merebahkan diri diatas ranjang. Haris pun segera mengunci pintu kamar, padamkan lampu dan menikmati wanita tersebut.
***
Ima terbangun dari tidurnya, mendapati Haris, pria yang berkencan dengannya sudah tidak ada, yang tertinggal hanyalah beberapa lembar uang dan secarik kertas. Pria kencannya hilang ketika pagi datang dan uang diatas meja baginya sudah biasa tetapi untuk selembar surat belum pernah dia dapati selama hampir tiga tahun menjadi pelacur. Ima membaca surat tersebut.
Sudah hampir setahun aku mengenalmu dan selama itu pula aku sering berkencan denganmu. Aku tidak mau kamu selalu terluka oleh pria hidung belang lain. Aku juga pria hidung belang tetapi hanya untuk kamu bukan untuk wanita lain diluar sana. Aku sudah cukup kenal lama denganmu, aku tidak ingin kita terus berkubang dalam dosa. Aku ingin membawamu dalam kehidupan yang lebih baik dan terhormaat dimata tuhan. Jadilah wanita yang sah dan halal untukku agar tuhan mengampuni dosa-dosa kita.
Tertanda: Haris.
Sebuah butiran bening jatuh dari pipinya dan mengaburkan salah satu bacaan yang ada dikertas itu, tangisan yang dibuat oleh pria hidung belang untuk seorang kupu-kupu malam yang sudah lama terpendam oleh kerasnya kehidupan malam.
***
Sepiring mi goreng disajikan oleh Ima untuk pria Costumer-nya itu
“Coba makan masakan sederhanku ini, enak nggak?
”Enak, kamu jago masak” kata Haris yang sore itu datang kerumah kontrakan Ima.
“Enak seperti apa?” Ima kembali bertanya.
“Mm… pedas, sepedas orangnya. Hot” ujar Haris. Ima tertawa renyah setelah mendengar komentar pria didepannya itu.
“Kamu sudah baca suratku kemarin pagi?” Haris mengorek keterang dari Ima.
“Kamu tidak dalam keadaan mabuk ketika menulis surat itukan?”
“Aku sadar dan serius menulis surat itu”
“Kamu pernah bilang padaku, ketika istrimu meninggal kamu masih mencintainya”
“Aku mencintai almarhum istriku dan aku sekarang mencintaimu juga”
“Jika kamu masih mencintai istrimu urungkan niatmu. Kakeku pernah bilang, jika seorang suami ditinggal mati oleh istrinya, maka kelak mereka akan berkumpul lagi diakhirat tetapi jika suami tersebut menikah lagi maka suami tersebut akan berkumpul dengan istri keduanya bukan dengan istri pertamanya” jelas Ima pada Haris.
“Itu hanya akal-akalan kakekmu saja. Niatku tulus ingin membawamu dari duniamu selama ini”
“Mas Har, masih banyak wanita diluar sana yang lebih suci dan cantik dari aku”
“Itu hak paten, Aku tetap mencintaimu sampai kapanpun”
“Kamu bisa mencintaiku tetapi apakah orangtuamu bisa menerima dan mencintaiku sebagai seorang menantu? Sudahlah mas, aku bosan dengan ucapanmu, biarkan saja aku seperti sekarang” kemudian Ima mengakhiri percakapannya dengan Haris..
Pelacur mana yang tidak mau jika ada seorang pria mengajaknya menikah. Sulastri atau Ima sudah lama menjadi kupu-kupu malam dipasar hawa. Ima sebenarnya ingin menerima pinangan Haris, wanita itu terpaksa berbohong dengan mengatakan tidak mau pada Haris. Ima juga mencintai Haris tetapi dia tidak ingin peristiwa kedua kalinya menimpa pada Haris.
Dua tahun lalu seorang pria pernah mengajaknya menikah dan menjanjikan hidup yang lebih baik seperti Haris namun sang Mucikari membunuh pria tersebut karena jika Ima menikah maka pendapatan dari menjual wanita-wanita malam itu akan berkurang. Para pelacur termasuk Ima tidak boleh menikah selama kontraknya belum habis.
Ima pernah mencoba melarikan diri tetapi usaha itu terkendala oleh sang mucikari mengancam akan membocorkan rasianya sebagai pelacur pada keluarganya. Sejak saat itulah Ima selalui dihantui rasa takut jika sang mucikarinya tahu Ima mencintai konsumennya. Wajar jika Ima menolak pinangan Haris karena Ima sayang dan cinta pada Haris. Kalau sang mucikarinya tahu Ima yang masih terikat kontrak ingin dinikahi Haris maka sang mucikari tidak segan-segan menbunuhnya. Itu belaku pada semua pelacur Pasar Hawa tanpa terkecuali.
***
Dengan berat hati akhirnya Ima buka mulut soal keadaan sebenarnya yaitu masalah kesepakatan dengan mucikarinya. Mendengar cerita tersebut Haris menjadi berang pada mucikari pasar hawa.
“Kalau kamu mencintaiku, kamu harus ikut aku. Kita bisa tinggal dikota lain”
“Aku tidak ingin mencelakakn kamu mas Har, kita tunggu delapan bulan lagi setalah itu aku akan terima pinangan mas Har, jika aku menerima sekarang semuanya pasti kacau” terang Ima.
“Jadi kamu yang ingin menikah dengan Ima, kamu harus berhadapan denganku”
Tiba-tiba seorang pria tinggi besar datang dia adalah Barko sang mucikari pasar hawa. Terang saja Ima sangat terkejut dengan kedatangan Barko apalgi dia sudah mendengar kalua dia ingin dinikahi oleh Haris.
“Kamu jangan ikut campur urusanku dengan Ima”
“Haris, aku tidak menyangka, kalua kamu sudah macam-macam pada wanita-wanitaku, tindakanmu itu terus terang salah besar. Kamu akan celaka berhadapan denganku”
“Persetan dengan kau, Barko” bentak Haris.
Ima meminta Haris untuk cepat keluar dari rumah kontarkanya sebelum Barko mencelakainya namun Haris menolaknya. Barko tersenyum iblis setelah melihat tindakan Haris.
“Barko, jangan celakai mas Haris kalau kamu tidak ingin kehilangan aku” pinta Ima
“Biarkan saja, biar aku yang menghadapi Iblis ini” ujar Haris memanas.
Ima tidak bisa berbuat banyak karena dua pria tersebut sudah terlibat perkelahian yang sengit. Haris terus berusaha menghantam wajah Barko dengan tinjuannya dan beberapa kali mengenai pipi mucikari itu. Sedangkan Barko terus menghajar haris hingga babak belur, Haris tersungkur kelantai dengan wajah memar dan berdarah, Barko yang wajahnya sudah lebam mengeluarkan sebilah pisau dan mencoba menusukkan pada Haris yang terkapar dilantai. Barko mengayunkan pisaunya kearah perut Haris.
Cemprerrengng….sebuah guci besar pecah dihantamkan kekepala Barko oleh Ima. Kepala Barko mengucurkan darah dan jatuh kelantai dan Haris sempat menghajar kembali Barko hinga tidak sadarkan diri, Ia segara menyelamatkan Ima, dengan meninggalkan Barko yang sudah sekarat. Ima dibawa kabur oleh Haris jauh-jauh agar tidak terlacak oleh Barko dan anak buahnya.
***
Siang itu Haris dan Sulastri baru saja pulang dari sebuah panti asuhan yatim piatu di kota Pangkalan Bun Kalimantan Tengah. Sejak terjadi perkelahian dengan dengan Barko stiga tahun lalu dirumah kontrakan Ima, keesokannya Haris membawa Sulastri ke Pangkalan Bun Kalteng. Setelah Ima resmi menjadi istri sahnya Haris mantan pelacur tersebut kembali memakai nama kecilnya yaitu Sulastri. Seorang anak tampan menjadi tanda buah cinta mereka berdua dalam sebuah rumah tangga sakinah.
Kini mereka menjadi pengasuh sebuah yayasan panti asuhan yatim piatu. Pakaian seksi yang pernah melekat kini berubah menjadi pakaina muslimah dan kepalanya ditutupi dengan jilbab, selain sebagai pengasuh yayasan panti Haris juga menjadi seorang pengusaha kelapa sawit disejumlah perkebunan yang tersebar di Kalimantan.
Diantar kesibukan sebagai pengasuh yayasan panti asuhan bersama suaminya Haris dan ibu rumah tangga, Sulastri juga disibukan sebagai aktivis perempuan yang berjuang untuk hak-hak kaumnya.
Kisah-kisah kelam yang pernah menghiasi kehidupan Sulastri kini berganti dengan kisah-kisah teladan. Masa suram yang dijalani sebagai pelacur telah dikubur dalam-dalam dalam kehidupannya dengan menjadi istri Haris yang solehah dan ibu yang teladan untuk putranya serta anak-anak panti asuhan.
*Oleh: Rahman Raden El Egypt
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar