Aku menampakkan wajahku di muka
teras sambil memanggil mang Udin untuk mendekat dan mengutarakan niatku dan
mang Udin seketika itu juga mengambil suduk panjang dan mangkok untuk mengambil
bubur kacang hijau pesananku, walaupun bulan tak lagi muda tetapi tidak ada
masalah yang penting lunas di awal bulan.
“Gimana, siapa namanya?” tanya mang
Udin
“Sudah, namanya Tiara, aku juga
punya nomor Hpnya juga”
“Berarti, sudah dua langkah kamu
maju?”
“Tentu,
siapa dulu Lukman” jawabku bangga pada mang Udin.
Mau
tahu apa yang aku bicarakan dengan mang Udin? adalah Tiara yang setiap pagi aku
selalu bertemu dengannya saat aku berangkat atau pulang dari kuliah. Gadis itu
selalu membuat aku penasaran dan bawaannya selalu berkesan walau aku tidak
pernah berduaan dengannya.
“Terima
kasih mang”
“Sama-sama
Boy” sahut mang Udin yang memanggil aku dengan sebutan Boy alias Boyke karena
aku dianggap oleh mang Udin dan teman-teman berpotensi menjadi seksolog seperti
dr. Boyke walau aku adalah seorang mahasiswa Hukum.
Setelah
sarapan buburnya mang Udin dengan status ngutang, aku segera berangkat kuliah
meleawti gang sempitdiantara pemukiman padat warga, aku tetap enjoy berjalan kaki
apalgi ditambah hadirnya Tiara yang setiap hari bertemu saat saat aku kekampus,
maklum nampaknya Tiara lebih asyik menghabiskan waktu di teras rumahnya
berteman dengan majalah-majalah wanita.
Oh
iya, aku lupa menceritakan mengapa aku lewat gang sempit setiap berangkat dan
pulang dari kampus. Begini, Fakultas Hukum adalah jurusan yang aku pilih,
kebetulan komplek Fakultas Hukum berada paling utara atau paling pojok dari
semua jurusan yang ada dikampus. Jika aku lewat jalan raya, aku harus sama
seperti pengguna jalan itu ialah melawan macet yang cukup lama, terus ditambah
lampu merah dan gerbang kampusku yang ada di selatan. Sebenarnya kampusku
memiliki dua gerbang masuk yaitubagian selatan dan utara, jadi gerbang utara
ditutup pada jam-jam sibuk karena possisinya dekat dengan persimpangan jalan
dan menambah kemacetan yang terjadi di jalan terutama pada pagi hari.
Kalau
lewat gang sempit diantara pemukiman padat tersebut aku bisa menghenat waktu. Jarak tempuh dari lokasi tempat aku
Indekos yaitu 10 menit perjalanan bonus jalann yang teduh, biarpun padat warga
masih peduli pada Global Warming, badan sehat karena jalan kaki plus
bertemu dengan Tiara. Jika berangkat kuliah melewati jalan raya bisa ditempuh
antara 20-30 menit karena kondisi jalan yang macet.
Kembali
ke persoalan Tiara. Sifat murah senyum, cantik dan tampak sebagai gadis yang
sederhana hingga membuat aku terpesona pada pandangan pertama. Mungkin aku
sedang jatuh C…..? Lebay.
Kuayunkan
kakiku setapak demi setapak digang itu dengan sedikit kencang. Kurang dari tiga
rumah tempat Tiara bertahta, aku mengurangi kecepatan langkahku, maklum aja aku
adalah P3 (Pria Penebar Pesona) wajahku
mengkerut karena pagi itu, ada sesuatu yang hambar karena Tiara tidak nampak
lagi duduk santai diteras rumahnya.
“Nanti
pulang kuliah pasti ketemu lagi” aku mencoba menghibur diri. Akhirnya aku
menambah kecepatan langkahku menuju kampus tercinta.
Dikampus
aku telihat bermenung diri membayangkan kembali kejadian saat aku berhasil
mengajaknya bicara cukup lama hingga saling menukar nomor Handphone.
Sedikit menyesal karena tidak punya nomornya. Pertanyaannya, kemana perginya
Tiara kok, pagi tadi dia tidak muncul diteras rumahnya? Mungkin kepasar atau
keluar kota jawab batinku.
“Hai
Boy kok sepi, maksudnya kok diem aja” tanya Feri memecahkan lamunanku.
“Sial,
lu Jang. Kaget tau”
“Gimana
misinya, sukses?” Feri bertanya soal Tiara
“Sukses”
jawbku singkat.
“Tetapi
dikau masih bermuram durja” Feri kembali bertanya gaya penyair kondang.
“Tadi
sewaktu aku berangkat kuliah, dia tidak nampak lagi duduk diteras seperti
biasa”
“Lukman…Lukman…
jadi cuma itu masalahnya?” mendengar pertanyaan Feri aku hanya diam tanpa
menjawab reaksi.
Memang
saat ini aku benat-benar tidak berlebihan, sejak bertemu dan kenal dengan Tiara
aku dibuat kepikiran, sesalu ingin bertemu setiap waktu dan sejuta gejolak
lainnya. Padahal aku sudah tujuh kali pacaran sejak SMP tapi baru kali ini aku
merasakan sesuatu yang beda pada Tiara. Sekali lagi aku benar-benar tidak berlebihan
apa yang aku alami sekarang, itulah adanya.
“Kamu
sudah menghubungi atau belum?” Feri kembali bertanya
“Sudah,
tetapi tidak aktif”
“Coba
aja lagi, siapa tahu kali ini nomornya aktif” perintah feri padaku.
Aku
mengambil Handphone-ku dikantong celana dan mencoba menghubungi Tiara
kembali.
“Nomor
yang anda tuju dedang tidak aktif atau berada diluar jangkauan” tiba-tiba
operator seluler menyambitnya, dicoba lagi ternyata benar tidak aktif nomornya.
***
Malam
makin gelap pekat, jangkrik tak lagi berbunyi hanya jarum detik jam yang tiada
henti berbunyi malam membawaku pada jam satu dini hari. Tubuhku terbaring
diatas kasur sementara pikiranku jauh melayang. Usaha untuk menghubungi nomor
ponselnya Tiara tidak lagi aktif.
Bilang
cinta saja belum tetapi aku lebih banyak kepikiran sama Tiara, seandainya aku
ditakdirkan menjadi miliknya maka dia tidak akan pernah aku sakiti atau
melukai.
“Tiara…dimana
dikau sekarang berada” lirihku.
Aku
beranjak dari kasur untuk membuka pintu yang digedor.
“Bangun,
sudah siang” ternyata Feri sedang memasang mukanya didepan pintu.
“Ini
sudah bangun”
“Bangun
sih, bangun tapi coba lihat sudah siang tu, semalam kamu tidur jam berapa?”
“Setengah
dua pagi” jawabku setengah jengkel.
Setelah
segalanya siap, aku langsung berangkat ke kampus lewat gang sempit dan berniat
berjumpa dengan Tiara. Setiap kaki melangkah sesekali hatiku berucap, semoga
ppagi ini aku bertemu dengan Tiara. Asa untuk bertemu dengannya tak kesampaian,
rumahnya sepi, jendela dan pintunya tertutup rapat seperti kemarin. Mungkin
Tiara keluar kota, bisik hatiku.
Aku
singgah disebuah warung yang tidak jauh dari Rmah Tiara untuk membeli rokok.
Sebenarnya hati meminta bibirku bertanya kepada pemilik warung tentang
keberadaan Tiara yang sudah beberapa hari tidak terlihat, tapi aku
mengurungkannya sehingga bibirku terdiam membisu.
***
Tanpa
terasa sudah lima hari aku tidak bertemu dengan Tiara, jiwaku sudah
terperangkap dalam bayangannya dan aku mulai bertanya dalam hatiku sendiri,
kekuatan apa yang dimiliki Tiara sehingga berhasil merobohkan niatku untuk
menjomblo sampai wisuda nanti.
“Tiara,
belum datang?” tanya Feri.
“Belum!
Apa dia sudah pindah ya?” aku balik Tanya.
“Tanya
saja pada tetangganya” mang Udin menyambung.
“Cerdas,
secepatnya” timpal Feri yang langsung diacungi jempol oleh mang Udin.
“Ya
sudah, aku jualan dulu” kemudian mang Udin pergi dengan gerobak buburnya
setelah kami membayarnya.
Sekarang hari minggu, waktunya istirahat dan
nanti sore Jogging lewat depan rumah Tiara sekalian bertanya pada
tetangganya nanti sore. Seperti hari minggu sebelumnya hari ini aku akan nonton
Film yang Feri sewa kemarin dirental depan. Ternyata film-film yang aku tonton
tidak bisa menghilangkan kesabaranku untuk menunggu sore tiba.
Sore
yang ditunggu telah tiba, Feri ikut menemaniku untuk olahraga murah ini dan
sesekali terlibat omongan kecil bersama Feri.
“Boy,
coba kamu lihat! Sepertinya itu Tiara”
“Yang
mana Fer?”
“Itu
yang turun dari mobil” Feri menunjukan arahnya.
“Iya,
itu Tiara, mungkin dengan Ayahnya?” kemudian aku mencoba mendekatinya tapi dia
kembali melaju dengan becak yang sudah menunggu didekatnya. Aku dan Feri
mengikutinya dari belakang dengan raut wajah gembira merona.
Sampai
depan rumahnya dia turun dari becak dibantu oleh ayahnya. Seperti ada bisikkan
pada ditelinganya, dia menoleh kearahku. Aku melambaikan tanganku dia membalas
dengan tersenyum kemudian aku meletakkan jariku membentuk telpon di pipi, dia
mengangguk setuju. Sontak saja aku semakin gembira dan hamper saja mataku
melewati wajahnya yang pucat pasi, seperti orang yang sedang sakit.
Malam
harinya aku menghubungi Tiara, kami terlibat pembicaraan yang terasa akrab dan
memberi tahuku kalau dia sedng sakit terbukti setiap pembicaraannya selalu dibuntuti batuk, hanya saja dia tidak
menjelaskan sakit yang dideritanya. Karena kondisi Tiara yang baru sembuh aku
tidak berlama-lama bicara dengannya dan besok kami sepakat janjian bertemu
disebuah warung sederhana dekat rumahnya.
***
Bapak
Dr. Harfan Handoyo, begitu bersemangat menerangkan materi kuliah hokum perdata,
hingga waktunya lewat tujuh menit. Mahasiswa lain termasuk aku yang duduk dibelakangmulai tidak
konsentrasi lagi. Dengan perasaan sebel aku ber-ehem berkali-kali,
menantianku berakhir dosenku mnydahi materi siang itu. Setelah mengucapkan
salam aku segera keluar dan dan pulang karena ada janji dengan Tiara siang ini.
Sedikit
tergesa-gesa kupacu langkahku agar tidak terlambat. Asa tinggallah asa, akhrinya
aku terlambat lima menit.
“Pak,
tadi ada Tiara kesini?” tanyaku pada penjaga warung setelah aku menunggu hamper
30 menit.
“Tiara,
yang rumahnya itu?” bapak itu balik Tanya sambil menunjuj rumah berwarna hijau.
“Iya”
jawabku sambil dipenuhi rasa penasaran.
“Dia
dibawa kerumah sakit lagi karena penyakitnya kambuh lagi. Kemarin dian pulang
ternyata tadi pagi jam delapan dia bawa lagi ke dokter”
Aku
setengah mati mendengar penjelasan bapak penjaga warung tersebut, kemudian aku
pamitan setelah bapak itu memberitahu tempat Tiara di rawat yaitu antara RSUD
dan RS Harapan Kita karena bapak tersebut tidak tahu persisi karena mendadak.
Aku
segera mengambil motor ditempat kos dan segera menuju rumah sakit, rumah sakit
pertama Harapan Kita yang aku kunjungi pertama karena lokasinya lebih dekat.
Usahaku nihil tidak ada nama pasien bernama Tiara Wulandari yang masuk hari
ini. Memperoleh informasi tersebut aku alngsung meluncur ke RSUD dan ternyata nama
Tiara Wulandari terdaftar pada pasien hari ini.
“Tapi
pasien ini sudah dirujuk ke Jakarta setengah jam yang lalu” kata perawat ramah.
“Sakit
apa dia sus?” tanyaku sambil menahan rasa kecewa dan mencemaskan kondisinya.
“Kanker
darah” jawab suster singkat.
Mendengar
penyakit yang diderita Tiara tersebut aku tidak percaya, mungkinkah gadis
secantik dan ramah seperti dia harus menderita penyakit mematikan itu. Tiara,
semoga kamu cepat sembuh dan kita bisa bertemu diwarung yang sudah kita
janjikan bersama. Langkahku sangat berat sekali, pikiranku juga terasa
terbebani ribuan ton, aku baru saja ditinggalkan oleh malaikatku.
0 komentar:
Posting Komentar