Senin, 24 September 2012 | By: Rahman Raden

Deva, Korban Pencarian Bakat di TV dan Sistem Birokrasi

Tadi sore saya menyaksikan seleksi Indonesia Mencari Bakat di Trantv, kebetulan tadi sore episode untuk audisi kontestan dari kota Surabaya. Saat penjurian dimulai para sejumlah peserta menunjukan bakat terbaik untuk bisa lolos ketahapan berikutnya.
Namun dari sekian kontestan yang tampil ada empat orang anak-anak yang berprofesi sebagai Pengamen dan menamakan diri Lombok Cilik, dari kelompok penyanyi anak jalanan Surabaya tersebut ada satu wajah yang akrab di publik karena sebelumnya pernah muncul di tv. Bocah laki-laki tersebut adalah Deva Ananda. Pada tahun 2010 yang lalu Deva Ananda adalah Finalis Enam Besar Aksi Anak Bangsa RCTI. Sekali lagi, masuk enam besar Aksi Anak Bangsa di RCTI, itu artinya bakat Deva dalam unjuk vocal sukses mengalahkan ribuan bakat anak Indonesia hingga bisa lolos ke babak enam besar saat itu.
1348407284182572087
Kini setelah dua tahun kemudian Deva muncul lagi di teve untuk ikut IMB. Jelas bagi siapapun yang ikut ajang pencarian bakat pasti tujuannya untuk memperbaiki ekonomi keluarga menjadi lebih baik. Namun apa yang terjadi dalam tayangan IMB tersebut Deva dan teman-temanya sekarang mesih menjadi pengamen untuk melangsungkan hidup, menurut temannya sendiri Deva anak yatim dan menjadi tulangpunggung keluarga demi membantu ibunya. Diketahuipula Deva belum bersekolah, saat ditanya oleh juri kenapa tidak sekolah dengan polosnya bocah tersebut menjawab Tidak Punya Akta Lahir.
Dari fakta seorang Deva Ananda yang pernah berprestasi tingkat nasional tersebut dapat dua benang merah yang perlu diketahui oleh kita,
1. Deva Ananda adalah korban manisnya janji ajang pencarian bakat yang mengiming-imingi kekayaan dan popularitas. Walaupun Deva pernah berjaya hingga babak enam besar Aksi Anak Bangsa toh tak membuat Deva bisa memperbaiki taraf ekonomi keluarganya di Surabaya. Buktinya walaupun pernah sukses di teve tetapi Deva masih menjadi pengamen jalanan di Surabaya. Ikut IMB tujuannya ya kembali dengan misi sama yaitu memperbaiki ekonomi keluarga.
2. Deva Ananda, bocah kecil korban ribetnya sistem birokrasi. Muncul di teve dan populer pada tahun 2010 atas bakat yang dimiliki toh tidak membuat Deva sukses secara ekonomi buktinya Akta Lahir saja tidak punya. Akibatnya si anak berbakat dan berprestasi tersebut tidak bisa sekolah. Mengapa pemerintah kota Surabaya tidak melihat bahkan seolah acuh hanya karena tidak punya selembar Akta Kelahiran. Anak yang pernah mengharumkan nama kotanya di tingkat nasional tersebut tidak diberi jaminan beasiswa untuk bersekolah dari pemerintah kota Surabaya. Justru dibiarkan dijalanan menjadi pengamen.
Untungnya kali ini para juri  tidak meloloskan Deva dan temannya di Lombok Cilik untuk melaju di IMB, karena menurut Choky Sitohang selaku juri beralasan anak sekecil Deva dan teman-temannya ingin dilihat sukses diluar IMB yaitu dengan pendidikan yang tinggi dan berkualitas dan meminta Pemkot Surabaya melihat anak-anak kelas ekonomi bawah tersebut juga diberi hak untuk bersekolah dan tentunya dibuatkan Akta Lahir agar bisa bersekolah.
Semoga dari kasus Deva Ananda diatas bisa menjadi pelajaran bagi kita semua termasuk orang tua dirumah, karena pencarian bakat di teve tidak menjamin pesertanya untuk menjadi kaya dan populer. Semuanya instan dalam waktu kurang lebih dari tiga bulan saja, popularitas dan kekayaan itu di dapat. Selebihnya berjuang sendiri.
Link Deva di Aksi Anak Bangsa RCTI: http://youtu.be/KZoFFuZgSyc
sumber foto yellowerz.blogspot.com

0 komentar:

Posting Komentar