Jumat, 03 Desember 2010 | By: Rahman Raden

Prasangka Pada Papa

Cerpen: Dari rumah aku tidak langsung kesekolah, terlebih dahulu mutatar-mutar keliling kota bergembira dengan macet. Musik R&B membuatku betah menghadapi mecet yang begitu panjang dan padat, macet tidak hanya menjadi masalah bagi ibu kota Jakarta, dikotaku juga setiap pagi dan sore macet menjadi santapan yang tidak pernah lepas dari warga pengguna jalan.
Ah, aku hari ini tidak akan masuk sekolah , tujuan pagi ini aku harus pergi kekawasan Jalan Merpati. Tadi sebelum berangkat papa sempat bertanaya, kok tumben aku membawa mobil kesekolah. Ya aku jawab ingin sesuatu yang baru aja. bosan diantar terus oleh Mang kardi yang setia menjadi sopir khusus anak-anak papa ketika sekolah

Tii…iit…tii…iit….
“Jangan melamun dijalan dek…!”
Pekik seorang pengendara mobil yang marah karena aku tidak segera menarik gas mobil ketika lampu hijau menyala. Hari ini aku tidak masuk sekolah,  sengaja hal ini sudah aku rencanakan sejak kemarin sore. Seandainya papa tahu hari ini aku bolos pasti aku akan dapat bonus omelan 1 jam. Tidak hanya itu seandainya misi yang aku bawa sekarang ini dia tahu mungkin datau disebut anak yang tidak tahu diri.

Setelah hampir satu jam akhirnya aku singgah disebuah rumah makan yang terletak tak jauh dari sungai yang membelah kotaku. Saat tiba dipintu rumah makan tersebut orang-orang melihatku heran, mungkin karena aku yang berseragam sekolah.
“Maaf bang toiletnya dimana ya?” aku bertanya kepada salah satu karyawan.
“Oh, disebelah kiri belok kanan”

“Terima kasih bang” ujarku pada seorang pelayan pria yang ada dirumah makan itu. Akupun menuju arah yang ditunjuk orang tadi dan benar disebuah dinding ada papan nama bertulisan toilet dan bergambar tangan sedang menunjuk kearah kanan.
Setelah kaluar dari toilet orang-orang kembali melihatku dengan rasa aneh, jelas karena aku sudah tidak berseragam sekolah lagi aku sudah menggantinya dengan pakaian biasa yaitu kaos dan celana jeans. Kemudian aku duduk disebuah meja dan memanggil orang tadi yang menunujukan arah toilet.

“Bang, nasi goreng telurnya dadar tidak usah pake cabe” aku langsung pesan karena telah membaca daftar menu yang sudah dipasang diatas meja.
“minumnya apa dik?”
“ya, air putih ajalah masih terlalu pagi untuk ngejus” jawabku demikian.
Sambil menunggu nasi goring pesananku, aku mengirim SMS pada firman kalau hari ini aku tidak masuk sekolah.

“Silahkan” ujar pria yang tadi setelah meletakan satu porsi nasi goreng dengan segelas air putih.
“Bang, kalau tidak sibuk dengan pekerjaannya boleh temani aku makan disini sambil ngobrol”
“Memangnya ada apa dik?” Tanya pelayan itu heran dengan sifat aku yang seperti orang sudah kenal.
“Kenalkan namaku Aryadi Nugroho, biasa dipanggil Adi”
“Saya Ridoi, itu saja nama saya”

“Oke bang Ridoi sekarang aku mau tanya, abang tahu orang ini?” aku menunjukan sebuah foto kemudian menyantap beberapa sendok nasi gorengku
“Mmm….dik Adi dapat dari mana foto ini?” Tanyanya yang sepertinya tahu orang yang difoto tersebut.

“Saya jujur, foto ini hasil curian tapi itu tak  penting. Buat saya yang terpenting adalah bang Ridoi tahu atau tidak orang yang difoto ini”
“Tahu!” jawabnya singkat yang dibuntuti oleh senyum lebarku.
Aku sengaja memilih rumah makan ini karena memang yang memiliki tempat ini sangat bereratan sekali dengan orang yang ada di foto itu. Dengan begitu aku akan lebih banyak menerima informasi tentang penyelidikan ini.
***
“Papa hari ini mau kemana ma?”
“Biasa mengurusi usaha barunya di Pelembang”
“Jadi papa ke Palembang! Berapa hari?”
“Iya, Cuma tidak lama hanya tiga hari”
“Ah, itu alasan papa aja, belakangan ini papa sering bohongi kita. Mama tahu tidak kalau bulan kemarin papa yang pergi ke Singapura itu keperluannya itu apa?” ujarku datar pada mama yang sedang nonton TV.

“Iya mama tahu papamu sedang ikut pameran produk Indonesia di Singapura , tapi kamu kok perasangkanya buruk sih sama papamu” kali ini nada bicara mama meninggi setelah mendengar ucapanku

“Ini bukan prasangka ini fakta. Kita jangan mau dibohongi sama papa” tambahku lagi.
“Adi, papamu itu sering keluar kota untuk mengurusi pekerjaanya agar punya tabungan untuk masa depan kamu dan adik-adik kamu. Jangan bicara hal itu lagi mama tidak mau mendengar”
“terserah mama, yang jelas setelah ucapan Adi ini benar maka akan terjadi kiamat kecil dirumah ini. Saya lakukan ini demi keluarga kita”
“Adi!” kemudian mama melemparku dengan remot TV.

Mama seandainya kamu tahu, pasti ia tidak rela. Menurutku papa pembohong yang pandai mensiasati mama. Dengan sikap perhatian dan kasih sayang, papa mampu menutupi kebohongannya. Rahasia ini hanya aku yang tahu, itu terkubukti ketika aku mengantar Firman ke bandara menuju semarang  kerumah neneknya, saat itu aku melihat papa sedang berjalan bertiga. Papa didepan bersama sekretrisnya sedangkan manajernya ada di belakangnya ketika itu papa tidak melihatku. tanda-tanda peselingkuhan ayah dengan sekretarisnya itu belum diketahui oleh siapapun termasuk mama kecuali aku.

Aku tahu kalau papa sedang terlibat hubungan dengan sekretarisnya katika papa yang katanya mau ke Batam namun nyatanya dia pergi ke Pekanbaru, rumah orang tua si sekretari itu. Informasi itu aku peroleh dari seorang karyawan di kantornya saat aku mau mengambil laptop papa yang tertinggal.

Mengenai foto yang aku tunjukan pada bang Ridoi itu, aku mencurinya dari tas papa saat baru datang dari Pekanbaru beberapa waktu lalu.

***

Sore itu aku mendatangi rumah makan tempat bang Ridoi bekerja, suasana rumah makan tersebut sangat ramai sekali.  Kepalaku memutar kekanan dan kiri serta tertuju ke depan mencari bang Ridoi.
“Hei cari siapa?” seorang pria memegang pundakku dari belakang.
“Eh, bang Ridoi aku ke sini ya cari abang” ujar ku sambil duduk disebuah kursi
“Tapi aku lagi sibuk nih, tunggu aja dulu”
“Iya, aku tahu, sambil menunggu bang Ridoi aku pesan teh botol ajalah satu”
“makannya”
“Tidak usah aku mau merokok saja”
“Baiklah” kemudian bang Ridoi baranjak dari tempat dudukku.
Empat puluh menit kemudian.
“Ini foto-fotonya” jawab bang ridoi serius.
Aku memeng menyuruh bang ridoi untuk memfoto dari jauh setiap pertemuan papa dengan sekretrisnya, hal, hal itu aku lakukan untuk barang bukti bahwa ayah benar-benar selingkuh dengan sekretarisnya.

Aku perhatikan semua foto itu yang berjumlah enam lembar. Diantara enem lembar tersebut, empat diantaranya bersama sang manejer papa yaitu om Karman, jadi di empat lambar itu papa, sekretarisnya dan om Karman sedang berjalan disebuah tempat yang kata bang Ridoi di sebuah hotel. Sedangkan dua lembar lainnya papa sedang membawakan barang-barang sekretarisnya di sebuah mall.

“Bagus, ini baru namanya pekerjaan. Dengan foto ini aku akan buktikan pada mama bahwa papa bener-benar selingkuh”
“Pekerjaanku sudah selesai sekarang, mana komisinya?” sambung bang Ridoi kemudian
“Sesuai kesepakatan satu foto lima puluh ribu” aku jawab dengan mantap pada bang Ridoi yang kemudian dia tertawa kecil.
“Terima kasih” kata bang ridoi sambil mencium uang dariku.

***
Seminggu kemudian
Sore itu keluargaku sedang berkumpul, tertawa menyaksikan sebuah film kaetun ditelevisi. Adikku Dian dan Phia sangat menyukai film kartun yang sudah akrab itu yaitu Tom and Jerry, kisah kehidupan tikus dengan kucing yang tidak pernah akur. Papa dan mama memang juga suka dengan film kartun tersebut, menurut mereka film itu sangat lucu sekali.
Setelah berlama-lama nonton televisi tiba-tiba mbok Iya membawa surat gelap.
“Kamu kok tidak Tanya ini dari siapa” kata papa sambil membolak-balikan amplop ditangannya.

“Sudah pak, Tapi saya dibentak” kata Mbok Iya setelah memberi surat gelap itu kepada papa yang diterimanya dari orang tidak dikenal.
“Sudahlah pa, buka aja isi amplop itu siapa tahu ada uangnya” kali ini mama berkomentar.
“ah, mama pikirannya duit terus” timpal papa

“Ada apa ma?” tanyaku dari pintu kamar sambil menghampiri mereka.
“Ha…ha…ha….coba ma, lihat ini!” Papa tertawa setelah membaca surat dan melihat foto-foto yang juga menjadi isi dari amplop tersebut.
“Ini dari orang yang mau merusak rumah tangga kita pa Cuma mereka terlalu goblok” ujar mama yang juga ikut tertawa setelahnya.

Ternyata selama ini aku yang selalu curiga terhadap papa ternyata salah besar. Untung bukan aku yang langsung memberikan surat itu pada mereka berdua, aku masih menyuruh bang Ridoi untuk mengantarkannya kerumah. Seandainya aku yang langsung memberinya terhadap mereka mugkin aku dibilang anak yang sok tua lantas mau ditaruh diman mukaku. Idih memalukan sekali penyelidikan ini. Semoga saja mereka berdua tidak tau kalau itu adalah ulahku yang selalu mencurigai papa.

“Padahal foto-foto ini ketika papa sedang membantu mengurusi persiapan pernikahan sekretarisku dengan Om Karmannya, ternyata ada orang yang iseng mau menuduh kalau aku selingkuh” kata papa kepadaku mengenai foto-foto itu.
“Tapi papa masih cintakan sama mama?” tanyaku pada papa
“Ya jelas dong, iyakan pa” jawab mama cepat, sedangkan papa hanya senyum tipis.

0 komentar:

Posting Komentar